Friday, September 9, 2011

Waiting for Superman

Film dokumenter yang wajid di tonton oleh setiap guru ataupun 'MANTAN' guru, terutama yang pernah berdebat dengan saya mengenai masalah pendidikan anak-anak Indonesia. saya masih ingat, dia adalah teman SMA saya, lalu kita bertemu lagi di twitter, terjadilah beda pendapat mengenai ulasan salah satu berita di web mengenai kelulusan nasional. Pada saat itu saya menyalahkan guru yang emnurut saya gagal dalam mengajar murid-muridnya, namun teman saya berpendapat lain, menurutnya murid-muridnya lah yang salah karena tidak mau belajar.

Saya berharap, orang itu mau menonton film ini. Sehingga terbuka kesadarannya. Film ini mengisahkan tentang pendidikan di Amerika, tapi ini juga terjadi di negeri ini, negeri para koruptor, negeri para pemalas. Maaf jika saya harus bilang, ketidak lulusan yang terjadi adalah kegagalan dari para guru mengajar. Bayangkan, orang tua membayar mahal untuk mereka mengajar, tapi kebanyakan dari guru" itu tidak mampu mengajar, mereka hanya menerima gaji, menyuruh murid-murid membaca, memberikan PR, menyuruh murid-muridnya mengerjakan soal.

Saya sendiri tidak tahu orang yang berdebat dengan saya kala itu guru jenis apa, karena ada berbagai jenis guru, tidak semuanya malas, ada juga guru yang memang rajin, berusaha mengajari anak didiknya dengan baik sampai mereka mengerti, ada yang memberi motivasi kuat kepada para anak didiknya, ada yang sampai bersedia datang meluangkan waktu istirahatnya untuk mengajar anak-anak. Ya guru-guru seperti ini lah yang dibutuhkan oleh bangsa ini.




Saya mempunyai impian besar, mungkin terlalu muluk bagi sebagian orang, tapi saya rasa siapapun boleh bermimpi, saya berharap 15 tahun dari sekarang, 50% mahasiswa Harvard University adalah anak-anak dari Indonesia. Saya rasa itu semua mungkin, selama pengajar,orang tua, dan para murid bisa bekerja sama dengan baik. Sama-sama memiliki kemauan yang kuat. Suatu saat kita bisa jadi bangsa yang disegani, karena kepandaian anak-anak kita, anak-anak Indonesia. Saya ingin menunjukan pada dunia bahwa bangsa kita bukan lah bangsa yang bodoh, bahwa bangsa kita bukan bangsa yang pemalas.

Ketika ada 100% siswa yang tidak lulus dari satu sekolah, meskipun sekolah itu hanya terdiri dari segelintir siswa, tetap saja guru yang salah, berarti mereka meremehkan jumlah anak yang sedikit ini. Saya sangat setuju jika guru itu tidak ada yang menjadi pegawai tetap, melainkan di kontrak tapi mereka diberikan gaji yang cukup besar, sehingga mereka tidak perlu lagi memikirkan soal keuangan finansial, yang perlu mereka pikirkan hanya lah bagaimana memajukan anak-anak Indonesia.

Saya pun mengerti, kecilnya gaji guru, tapi bukan berarti anak-anak yang harus menjadi korban dari kekurangan gaji pada seorang guru. Harapan saya setiap guru bisa mengajar dari hati. Guru bukan lah pekerjaan, tapi guru adalah profesi.

No comments:

Post a Comment