Friday, January 28, 2011

Some of them Write, Some of them Read

Duduk di coffee shop, sebagian orang merupakan gaya hidup, sebagian orang menganggap sebagai suatu kebutuhan. Bagi orang-orang yang memiliki hobby membaca, menulis, dan bersosialisasi biasanya menjadi kebutuhan bagi mereka untuk sekedar duduk di coffee shop sambil menikmati kopi mereka.
Kemarin, ketika selesai makan siang di kantin gue ngobrol sama temen HR gue, disitu gue cerita kalo selama kerja di perusahaan itu gue udah jarang banget melakukan kebiasaan” gue duduk” di coffee shop, baik ama temen” gue maupun sendiri, karena dulu selama di telkomsel itu gue bisa dibilang hampir tiap hari duduk di coffee shop, kalo makanan pantry lagi nggak enak, pagi udah sarapan di coffee bean biasanya sendirian, dan disana pasti ada aja orang yang gue kenal, sorenya nangkring lagi biasanya ditemenin sama temen gue. Selain hari kerja biasanya setiap sabtu minggu pasti gue udah nangkring di coffee shop di sebuah pusat perbelanjaan. Baik sendiri, ataupun bareng temen-temen.
Yang paling mengejutkan, temen gue ini bilang, kalo gue jangan terlalu memaksakan untuk mengikuti gaya hidup orang, dia bilang supaya gue untuk menjadi diri gue sendiri. Yang jadi pertanyaan gue, siapa diri gue sendiri yang dimaksud sama dia. Gue merasa ini adalah gue, karena seperti yang gue bilang tadi, duduk-duduk di coffee shop itu gue lakukan baik ada teman ataupun nggak. Dan ini udah gue lakukan sejak jaman gue kecil. Seperti yang gue bilang di blog-blog sebelumnya, bokap gue pecinta makanan enak, dan begitu juga gue. Dari kecil gue udah terbiasa duduk-duduk di tempat makan selama berjam-jam. Biasanya setiap abis bagi rapor, kalo abis ambil rapor biasanya nyokap gue selalu ajak gue jalan-jalan, Cuma karena gue nggak terlalu suka shopping kayak nyokap, jadi gue di tinggal di dunkin, dan nyokap belanja. Dan kalo selesai pulang les. Atau kalo lagi ketemuan sama bokap gue.
Jadi apa yang gue lakukan sekarang adalah kebiasaan-kebiasaan yang udah gue lakuin dari lama, agak heran kalo denger ada yang bilang kayak gitu. Lalu mungkin pertanyaan yang sama yang udah sering banget gue denger baik dari dia ataupun temen-temen gue yang lain, rata-rata mereka bertanya APA yang gue lakuin di coffee shop tersebut. Yang gue lakuin di coffee shop itu kalo gue lagi sendirian biasa nya gue nulis, atau baca, sebelum jaman laptop, gue selalu nulis di buku, kalo jaman kuliah gue duduk di coffee shop untuk belajar. Kalo udah kerja murni Cuma buat nulis, nulis, dan nulis. Sesekali gue membaca. Tapi kalo ada temen, ya ga usah ditanya apa yang gue lakuin udah pasti ngobrol sama mereka berjam-jam.
Mungkin saat ini lo bertanya ‘APA ENAKNYA’, sekali lagi masing-masing orang memiliki hobby nya masing-masing, dan buat gue hal-hal kayak gini jauh lebih menyenangkan daripada Shopping, ke salon, ke bengkel, olahraga, fitness, aerobic, yoga, dst… Sama hal nya dengan gue melihat orang-orang dating ke tempat fitness, gue juga bertanya-tanya, ‘APA ENAKNYA’. Udah bayar mahal, capek, ga abis pikir sama para pecinta fitness. Atau sama orang-orang yang doyan banget ke Salon. Semua masing-masing orang punya hobby mereka masing-masing. Begitu juga ada orang yang betah banget ngurung diri dirumah. Itu adalah hobby mereka, dan gaya hidup mereka masing-masing. Yang terbentuk dari mana mereka berasal, dan gaya hidup mereka.
Jadi kata-kata memaksakan agak aneh buat gue, mengingat dia pun bahkan mengenal gue tidak lebih dari 1 bulan, bagaimana bisa bilang itu adalah memaksakan. Orang akan melakukan apapun demi hobby nya. Gue juga kurang faham apakah ini gaya hidup atau bagaimana, mengingat kalo dibilang gaya hidup ini udah terbentuk dari gue kecil, sayang nya ternyata hal ini juga dilakukan oleh opa gue, balik lagi pertanyaan gue, apakah ini turunan atau apa… Tapi apapun itu gue sangat menikmati hal-hal seperti ini.
Beberapa datang dari mereka untuk menulis, beberapa datang untuk membaca, dan beberapa untuk bersosialisasi. Mereka datang tanpa keterpaksaan.
Mungkin ada orang-orang yang menganggap duduk di coffee shop itu bisa mengankat kelas mereka, jadi kadang ada orang-orang yang duduk di coffee shop Cuma sekedar pingin dianggap ‘ada’. Iya, mungkin terjadi kalo mereka duduk di coffee shop dan ketemu temen-temen nya, dari situ mereka bisa dianggap ‘ada’. Tapi gimana kalo dia Cuma datang sendiri ke coffee shop itu, tanpa ada 1 orang pun yang kenal dia, buat apa dia merasa pengen dianggap ‘ada’. Karena kalo orang tersebut bukan jiwanya disana, dipaksakan seperti apapun mereka tidak akan betah untuk duduk berlama-lama disana, mereka akan bingung apa yang harus dilakukakan, mereka tidak akan menemukan kenikmatan dari ritual itu.
Sama hal nya seperti orang sembahyang, kalo mereka hanya sembahyang untuk dianggap alim, mana mungkin mereka mau sembahyang tanpa ada yang melihat, tapi kalo sembahyang itu adalah panggilan dari jiwa mereka, ada kesadaran penuh dari diri mereka, maka apapun itu baik dilihat ataupun tidak sama orang lain, mereka akan tetap sembahyang.
1 lagi, gue juga ngerasa aneh kalo dibilang duduk di coffee shop bisa dibilang sebagai eksmud, bisa menaikan strata. OMG, gue Cuma bisa bilang, masih banyak hal yang bisa dilakukan untuk tampil sebagai eksmud, dan untuk menaikan strata.karena orang yang duduk di coffee shop terutama pada hari libur, bisa dibilang udah nggak terlihat mana eksmud mana bukan, sebagian juga banyak anak-anak kuliahan, anak sekolah. Menaikan Strata, hmm ini yang lebih aneh lagi, sama sekali nggak ada sinkronisasinya. Mengingat coffee shop itu jauh lebih murah dibandingkan jalan-jalan keliling mall. Yang pastinya kalo orang jalan keliling mall, selain kaki capek pasti uang yang dikeluarkan lebih dari Rp. 50.000,- untuk sekali keliling mall. Tapi ketika kita duduk di coffee shop, dengan Rp.50.000,- kita bisa duduk berjam-jam, mengasah kreativitas, dan menikmati minuman terlezat didunia, hmm yeah coffee.
Ditambah lagi para gamers, yang sekarang udah mulai turut meramaikan coffee shop itu sendiri. Jadi sebetulnya siapa yang berpandangan sempit. Hmm mungkin tidak ada, ini hanya masalah persepsi.
Jujur, gue yakin banget hobby gue menulis ini tidak lain dan tidak bukan, adalah karena keterbatasan gue dalam berbicara, biasanya gue lebih terbuka melalui tulisan daripada ucapan, gue lebih jujur didalam tulisan-tulisan gue. Karena ketika udah face to face biasanya gue hanya selalu ‘menyenangkan orang lain’. Gue tidak terbiasa mengkritik seseorang secara langsung, tidak biasa mengkomentari sesuatu secara langsung, mengeluarkan apa yang gue rasakan secara lisan.
Sebel, marah, sedih, kangen, sayang, kecewa, bahagia, semua biasanya gue ungkapkan melalui tulisan. Dan gue nggak heran, mengingat gue terbiasa menulis buku harian dari gue SD, dan gue lebih nggak heran lagi, karena opa gue juga melakukan hal yang sama. Opa gue punya hobby menulis buku harian. Jadi jangan heran kalo lo masuk kamar gue dan lo akan melihat jumlah buku bacaan dengan buku harian gue lebih banyak buku harian gue.
Sekali lagi coffee shop adalah prasarana dari hobby gue. Tidak ada yang memaksa dan tidak ada yang merasa terpaksa. Gue sangat terbantu dengan ada nya coffee shop, gue bisa punya ‘me time’ khusus untuk menulis menulis dan menulis. Ada yang datang untuk membaca, ada juga yang datang untuk menulis. Dan gue adalah orang yang datang untuk menulis.

Sekian, terima kasih.
Wassalam.

Sunday, January 23, 2011

Cloudy Sunday

Perjalanan hari ini dimulai dari rumah menuju kost, ingat niat nya Cuma untuk pulang ke kostan, Cuma karena dirumah tidak ada makanan maka, dengan 2 tas di masing-masing tangan gue naek ojek menuju Ayam Bakar BuLis, ini ayam bakar paling maknyosss se Jakarta raya, sambelnya pedes bukan maen, ayam nya empuk, dan yang terpenting dari yang paling penting adalah harga nya, harga nya tidak mahal. Ahaaa… kalian pasti senang mendengarnya… ^_^

Sampe di tempat ayam bakar, ga pake basa basi langsung pesen ayam kalasan + nasi uduk, pas lagi enak” makan dibangku sebelah duduk lah sekelompok keluarga, si anak menangis meraung-raung, tangisan nya udah mulai mengganggu para pelanggan yang ada, karena merasa nggak enak, si ibu pun memarahi si anak, menyuruh si anak untuk diam, nggak lama si nenek memarahi si ibu karena telah memarahi cucunya didepan umum. Lalu muncul pertanyaan, apa yang dipikirkan si anak pada saat itu, dan bagaimana perasaan si ibu saat itu, lalu apa yang ada dipikiran si nenek pada saat itu.

Berikut kemungkinan-kemungkinan yang ada:

1. Si anak kasian sama ibunya karena dimarahin sama neneknya gara-gara dia

2. Si anak merasa puas melihat ibunya dimarahi neneknya karena telah memarahi dirinya

3. Si Ibu merasa gondok setengah mati sama si nenek karena telah memarahi dirinya di depan anaknya.

4. Si ibu merasa tersadar karena telah memarahi anaknya di depan umum

Tidak ada yang benar ataupun salah didalam kasus ini. Tergantung dari sudut pandang orang yang melihatnya.

Case ke dua:

Dalam perjalanan menuju kostan gue naek P20 (Senen – Lebak Bulus) dari kuningan, dengan harapan itu Cuma 1 kali naik, jadi lebih murah, dan ga perlu naik berkali-kali. Kenyataannya, P20 sama sekali tidak lewat depan PIM, tahu-tahu langsung sampe di Poin Square Lebak Bulus, suatu tempat antah berantah… dari situ langsung naek taksi ke PIM. Maksud hati pengen irit Rp.2000,- malah bablas kehilangan Rp. 10.000,-. Tapi dampak positifnya, gue jadi tahu kalo naek P20 itu sama sekali nggak lewat PIM, dan akhirnya gue tahu kalo Poin Square Lebak Bulus bukan suatu tempat yang buruk untuk dikunjungi.

Sekali lagi, ini semua tergantung bagaimana melihat persoalannya.

Case ketiga:

Dari perjalanan PIM ke Dunkin Donuts Sultan Iskandar Muda, ditaksi diputer lagunya Smash, yang mana sejujur-jujurnya dari libuk hati yagn paling dalam, gue bener-bener nggak suka ama si smash ini, musiknya beneran bukan selera gue sangat, berikut percakapan antara gue dengan pak supir:

Me : Pak, maaf, boleh diganti ke saluran laen aja pak…

Supir Taksi : oh iya mbak, abis lagu ini yah…

Me : (diam tanpa kata)

Tak lama setelah smash , lagu peterpan yang diputar, si supir taksi menepati janjinya untuk ganti saluran, tapi gue suka sama suaranya si ariel ini, and langsung gue minta dibalikin ke channel peterpan tadi:

Me : Pak, biarin yang tadi aja deh…

Supir Taksi : Maaf mbak, saya gak suka sama ariel…

Me : (diam tanpa kata untuk yagn kedua kalinya)

Sekali lagi ini adalah bagaimana kita melihat semua masalah….