Dear Qanita Publisher,
Dengan tidak mengurangi rasa hormat, mungkin hanya sedikit memberikan masukan. Kemarin saya baru saja membeli buku Committed yang terjemahan. Sebelumnya saya sudah membeli yang versi Inggrisnya pada bulan Maret. Senang sekali, karena ternyata terjemahannya keluar lebih cepat dari yang saya perkirakan. Tapi begitu saya membuka lembar demi lembar, saya sangat kecewa sekali, karena ternyata hasil terjemahannya sangat mengecewakan. Saya bahkan tidak mampu memahami kata-kata yang ada di dalam buku Committed yang versi Bahasa. Saya lebih memahami dalam versi bahasa Inggris nya.
Sejujurnya, saya jadi menyesal telah membeli buku Committed yang versi Indonesianya. Tapi saya beruntung, saya telah memiliki versi Inggrisnya. Setidaknya, saya masih tahu kelanjutan cerita dari Eat, Pray, Love. Saya juga sudah membaca Eat, Pray, Love baik yang versi Bahasa Indonesia, ataupun Bahasa Inggris, dan keduanya bagus. Sama-sama bisa dinikmati. Entah kenapa, yang Committed ini jadi mengecewakan. Mungkin karena beda penterjemah, untuk Eat, Pray, Love diterjemahkan oleh Mas Silamurti Nugroho. Mungkin Mbak Harisa Permatasari bisa belajar dari mas Silamurti Nugroho atau penterjemah lain bagaimana cara menterjemahkan yang baik.
Saran dari saya, mohon untuk ke depannya Qanita lebih berhati-hati dan selektif dalam mencari penterjemah. Mencari penterjemah bukan hanya penterjemah yang mampu menterjemahkan bahasa, tapi ia juga harus mampu membuat orang menikmati apa yang ia terjemahkan. Bayangkan, Elizabeth Gilbert merangkai tulisan itu dalam waktu yang tidak sebentar, sangat disayangkan ketika diterjemahkan kedalam bahasa, malah menjadi kacau dan tidak bisa dinikmati oleh masyarakat Indonesia.
Warm Regards,
=Lenny Ariesta=